Publik Taliabu hingga kini masih bertanya-tanya, ke mana larinya pinjaman daerah senilai Rp115 miliar yang disetujui pemerintah pada 2022 lalu. Jumlah fantastis itu bergulir tanpa kejelasan, menimbulkan tanda tanya besar mengenai penggunaannya. Dugaan penyimpangan pun mulai mencuat, mendorong DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri jejak pinjaman tersebut.
Taliabu, Trisula.news – Pinjaman daerah senilai Rp115 miliar yang digulirkan Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu tahun 2022 kembali menuai sorotan. Panitia Khusus (Pansus) DPRD Taliabu akan menghadirkan mantan pimpinan DPRD dan anggota Badan Anggaran (Banggar) periode lalu untuk dimintai keterangan.
Pemanggilan dijadwalkan Rabu Besok (01/10/25), sebagai bagian dari penelusuran Pansus terkait dugaan penyimpangan mekanisme persetujuan pinjaman. Klarifikasi dari mantan pimpinan dan Banggar dinilai penting guna membuka proses politik anggaran yang mengesahkan pinjaman tersebut.
Ketua Pansus Pinjaman DPRD Taliabu, Budiman L. Mayabubun, menegaskan pihaknya ingin memastikan mekanisme telah berjalan sesuai regulasi. Ia merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, PP Nomor 56 Tahun 2018, dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 sebagai dasar hukum.
“Jika ada tahapan yang dilangkahi, maka jelas berimplikasi hukum,” tegas Budiman.
Menurutnya, DPRD memiliki tanggung jawab mengawasi setiap kebijakan keuangan daerah, terutama pinjaman yang berpotensi membebani APBD di tahun-tahun berikutnya. Oleh sebab itu, keterangan mantan pimpinan dan Banggar menjadi kunci menyingkap prosedur persetujuan pinjaman Rp115 miliar tersebut.
Selain mantan legislator, Pansus juga membuka opsi menghadirkan pihak eksekutif. Pejabat yang kala itu ikut menyusun dan mengajukan pinjaman dipandang perlu memberi penjelasan untuk memperkuat hasil pemeriksaan Pansus.
Budiman menambahkan, jika penyelidikan menemukan pelanggaran, DPRD tidak menutup kemungkinan menyerahkan kasus ini ke ranah hukum.
“Setiap penyimpangan harus dipertanggungjawabkan sesuai aturan,” ujarnya.
Pansus memastikan proses penelusuran dilakukan secara transparan dan akuntabel. Langkah ini diharapkan menjadi titik terang bagi publik terkait penggunaan pinjaman Rp115 miliar serta mencegah terulangnya kebijakan serupa yang berpotensi merugikan daerah.