Taliabu, Trisula.news – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pulau Taliabu kembali disengketakan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan calon (Paslon) nomor urut 02, Citra Puspasari Mus – La Utu Ahmadi, usai Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada 5 April 2025.
Gugatan ini merupakan kali kedua dari Paslon 02. Sebelumnya, mereka menggugat hasil pemungutan suara pada 27 November 2024 yang dimenangkan pasangan Sashabila Mus – La Ode Yasir. MK kemudian memerintahkan PSU di sembilan Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Setelah PSU digelar, hasil akumulasi suara kembali menunjukkan keunggulan Paslon Sashabila Mus – La Ode Yasir. KPU Taliabu menetapkan kemenangan tersebut melalui rapat pleno penetapan hasil Pilkada.
Namun, Paslon CPM–UTU kembali membawa sengketa ke MK. Ironisnya, dalam pelaksanaan PSU di sembilan TPS tersebut, mereka justru memperoleh suara terbanyak. Meski unggul di PSU, secara keseluruhan suara tetap kalah.
Langkah hukum yang kembali ditempuh Paslon 02 menuai sorotan publik. Masyarakat mempertanyakan apakah sengketa ini karena kelalaian penyelenggara, atau karena Paslon 02 belum siap menerima kekalahan.
Total anggaran Pilkada Taliabu, termasuk PSU, menembus hampir Rp40 miliar. Rinciannya: KPU Rp19 miliar, Bawaslu Rp9,3 miliar, Polres Rp4,45 miliar, Kodim 1520/Sula-Taliabu Rp2 miliar.
Adapun anggaran PSU secara terpisah mencapai Rp5,15 miliar. Rinciannya: KPU Rp2,6 miliar, Polres Rp1,5 miliar, TNI Rp550 juta, serta Bawaslu Rp500 juta. Semua dana tersebut bersumber dari APBD melalui mekanisme hibah NPHD.
Situasi ini memicu kritik soal efektivitas pemanfaatan anggaran daerah. Jika kembali terjadi sengketa yang memicu PSU jilid II, publik mendesak penyelenggara untuk bertanggung jawab atas potensi pemborosan anggaran.
Publik kini menanti jawaban akhir dari proses demokrasi ini. Apakah benar terjadi pelanggaran sistemik, atau justru ini bagian dari ambisi politik yang tidak ingin menerima kekalahan?
(Redaksi)