Taliabu, Trisula.news – Ironi menyesakkan terjadi di Pulau Taliabu. Seorang oknum anggota Polri yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat justru diduga menjadi dalang penyerangan terhadap rumah jurnalis Times Indonesia, Husen Hamid (35), atau yang akrab disapa Phep, di Desa Penu, Kecamatan Taliabu Timur.
Alih-alih menjaga keamanan, oknum berseragam coklat itu justru menebar ketakutan. Aksi beringasnya, yang diduga dalam kondisi mabuk, nyaris merenggut nyawa jurnalis dan keluarganya.
Korban telah melaporkan Fahmi Purnomo ke Unit Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Pulau Taliabu. Empat warga lainnya, Lagusti, Andi Baso, Kasim Kukupang, dan Wahid Sibuyung juga ikut dilaporkan karena diduga ikut menyerang rumah korban.
Kuasa hukum korban, Mohri Umaaya, SH, menegaskan tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi tindak pidana murni yang mencoreng marwah kepolisian.
“Tindakan mereka jelas memenuhi unsur Pasal 335 dan/atau Pasal 336 KUHP. Jika aparat sendiri melanggar hukum, lalu kepada siapa rakyat harus berlindung?” ujarnya dengan nada kecewa.
Menurut Mohri, peristiwa bermula saat malam pesta joged di Desa Penu pada Sabtu (04/10) sekitar pukul 01.00 WIT. Fahmi yang diduga dalam keadaan mabuk berat memanggil korban dan melontarkan makian serta hinaan terhadap orang tua Phep.
Ketika korban menanyakan kesalahannya, Fahmi malah menuduhnya berfitnah. Atas saran warga, Phep memilih pulang. Namun tak lama kemudian, Fahmi bersama empat orang lainnya datang menyerang rumah korban sambil berteriak dan mengancam akan membunuhnya.
“Mereka teriak ‘potong’, ‘bunuh’, ‘pukul’, bahkan meneriakkan kata ‘wartawan’. Rumah nyaris didobrak, anak-anak ketakutan,” tutur Mohri, Minggu (05/10).
Dalam kepanikan, Phep melompat keluar jendela untuk menyelamatkan diri dan berlindung di rumah seorang guru sebelum melapor ke Polres Pulau Taliabu.
Kuasa hukum korban mendesak Polres Pulau Taliabu bertindak cepat dan tegas. Menurutnya, kasus ini adalah uji integritas institusi yang tengah berupaya memulihkan citra di mata masyarakat.
“Kami minta proses hukum yang transparan dan adil. Jangan ada kesan melindungi pelaku hanya karena berseragam. Publik butuh bukti, bukan janji,” tegas Mohri.
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam publik dan dinilai sebagai cermin kegagalan moral sebagian aparat di lapangan. Di saat masyarakat berharap perlindungan, yang terjadi justru sebaliknya, rasa takut dihadirkan oleh mereka yang seharusnya menenangkan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Pulau Taliabu belum memberikan keterangan resmi terkait laporan dan proses penyelidikan dugaan keterlibatan oknum anggota Polri tersebut.