Malut, Trisula.news – Himpunan Mahasiswa Taliabu (HMT) Cabang Ternate menyampaikan keberatan keras terhadap pernyataan Kepala Bappeda Provinsi Maluku Utara (Malut), Dr. Muhammad Sarmin, yang menilai kritik terhadap RPJMD 2025–2029 sebagai fitnah.
Pernyataan Sarmin tersebut dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap suara publik, khususnya atas absennya nama Pulau Taliabu dalam ringkasan dokumen RPJMD yang dibacakan dalam forum paripurna DPRD Provinsi Maluku Utara.
Ketua HMT Cabang Ternate, Angriani, menegaskan bahwa kritik yang disampaikan oleh Mislan Syarif merupakan bentuk ekspresi politik yang sah dan berdasarkan data. Ia menolak keras anggapan bahwa kritik tersebut adalah tuduhan tidak berdasar.
HMT menilai penjelasan pejabat lain, seperti Pardin Isa, tidak menyentuh substansi persoalan. Mereka mempertanyakan alasan tidak disebutkannya Pulau Taliabu dalam forum resmi jika memang dianggap sebagai wilayah yang memiliki daya saing rendah.
Menurut HMT, penghapusan nama Taliabu dari ringkasan dokumen RPJMD merupakan bentuk pengabaian simbolik yang mencerminkan minimnya pengakuan politik terhadap wilayah tersebut, dan hal ini dinilai berdampak sistemik terhadap pembangunan.
Lebih lanjut, HMT menekankan bahwa menyuarakan ketimpangan bukanlah tindak kriminal. Sebaliknya, upaya menutupi masalah tersebut dengan retorika teknokratik justru mencederai prinsip keadilan sosial dan pemerataan pembangunan.
Melalui siaran pers resminya, HMT Cabang Ternate menyampaikan empat tuntutan. Di antaranya, pencabutan tuduhan fitnah oleh Kepala Bappeda, klarifikasi terbuka dari Pemprov, revisi narasi pembangunan, dan pengakuan politik yang adil terhadap Taliabu.
“Kami tidak menuntut belas kasihan. Kami menuntut pengakuan, keadilan, dan keberpihakan. Sebab kami adalah bagian sah dari Maluku Utara,” tegas Ketua HMT Ternate, Angriani, dalam siaran pers yang diterima redaksi Trisula.news, Jumat (01/08).
Sumber: Angriani, Ketua HMT Cabang Ternate