Taliabu, Trisula.news – Drama pinjaman daerah Rp115 miliar di Kabupaten Pulau Taliabu makin terasa seperti sinetron politik berdurasi panjang. Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Syamsudin Ode Maniwi alias Haji SOM, diduga “bafoya” alias berbohong bukan hanya di hadapan Panitia Khusus (Pansus) DPRD, tapi sampai bikin satu kabupaten geleng-geleng kepala.
Front Pemuda Taliabu (FPT) pun tak tinggal diam. Mereka bersiap melaporkan Haji SOM ke Polres Pulau Taliabu atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam forum resmi DPRD tempat seharusnya fakta diucapkan, bukan imajinasi dikembangkan.
Koordinator FPT, Lifinus Setu, menilai pernyataan mantan Kepala Bappeda dalam rapat Pansus telah menyesatkan publik dan berpotensi melanggar hukum, karena tidak sesuai dengan dokumen resmi perencanaan pembangunan daerah.
“Kami menilai keterangan yang disampaikan di depan Pansus DPRD adalah kebohongan publik. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi sudah masuk ranah hukum karena memberikan keterangan palsu dalam forum resmi pemerintahan,” tegas Koordinator FPT, Sabtu (11/10/25).
Menurut FPT, dugaan kebohongan tersebut bukan kaleng-kaleng, karena bisa bikin kerja DPRD seperti mobil mogok di tanjakan, banyak suara tapi tidak jalan.
“Kalau benar perencanaan pinjaman tidak melalui Bappeda, berarti proses pinjaman itu cacat secara prosedural. Tapi kalau dia mengaku tahu padahal tidak ada dokumen pendukung, itu artinya manipulasi informasi publik,” lanjutnya.
FPT mengaku sudah siap tempur dengan bukti lengkap, mulai dari risalah rapat, transkrip pernyataan, hingga dokumen pembanding dari Bappeda. Semua itu akan dilampirkan dalam laporan resmi ke Polres Taliabu, agar kebenaran tak lagi sekadar rumor warung kopi.
“Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah, memberikan keterangan palsu, dapat dipidana dengan penjara paling lama tujuh tahun,” ungkapnya, mengutip Pasal 242 ayat (1) KUHP.
Lifinus juga menyoroti sisi moral dalam perkara ini. Memberikan keterangan palsu di hadapan DPRD, katanya, sama saja bermain api di dalam gudang bensin.
“Ketika seseorang dipanggil oleh DPRD untuk memberikan keterangan dalam rangka fungsi pengawasan, maka setiap pernyataannya memiliki konsekuensi hukum. Memberikan keterangan tidak benar dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum,” jelasnya.
Menurut Lifinus, langkah hukum ini bukan gertak sambal. Ia ingin kasus ini jadi peringatan bagi pejabat lain agar tidak hobi “main drama” di forum resmi.
“Kami ingin Polres Taliabu menindaklanjuti laporan ini agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Pejabat publik harus jujur dan transparan,” tutup Lifinus.
Sementara itu, Ketua Pansus Pinjaman Daerah DPRD Pulau Taliabu, Budiman L. Mayabubun, turut memberikan respons serius meski nada bicaranya tetap tenang. Ia menegaskan, Pansus tak akan menoleransi siapa pun yang coba-coba mengganti fakta dengan fantasi.
“Pansus bekerja berdasarkan mandat lembaga dan konstitusi. Jika ada pejabat atau mantan pejabat yang memberikan keterangan bohong, kami anggap itu sebagai bentuk pelecehan terhadap fungsi pengawasan DPRD,” ujar Budiman.
Ia pun mendukung langkah masyarakat yang mau menegakkan akuntabilitas pejabat publik melalui jalur hukum.
“Kami mendukung setiap langkah masyarakat yang ingin menjaga integritas pemerintahan. Tidak boleh ada pejabat yang bermain-main dengan fakta, apalagi di forum resmi DPRD,” tegasnya.